Sejarah Kuhp di indonesia
A. Sejarah
KUHP di Indonesia
Sebelum
datangnya penjajah belanda,hukum pidana yang berlaku adalah hukum adat pidana
(hukum pidana yang sebagian besar tidak tertulis yang beraneka ragam yang
berlaku di masing-masing kerajaan yang ada dinusantara ini).
Jadi pada mulanya tidak dikenal hukum pidana
tertulis dalam bentuk kodifikasi. Kelak setelah datangnya pemerintah belanda
barulah dikenal hukum pidana yang terdiri atas beberapa peraturan tentang hukum
pidana yakni de bataviasche statuten tahun 1942, yang memua aturan hukum pidana
yang berlaku bagi orang eropa, dan selanjutnya pada tahun 1848 dibentuk lagi
intermaire strafbepalingen. Disamping kedua peraturan itu juga dijalankan peraturan
lain yang bersandar pada Oud Hollands dan Romeins Strafrecht.
Kedua macam hukum pidana yang berlaku bagi orang
eropa tersebut diatas berasaskan hukum belanda kuno dan hukum romawi.
Adapun bagi orang bumi putera atau orang
indonesia asli,meskipun terdapat aturan-aturan hukum tertulis tersebut tetap
berlaku hukum adat pidana yang sebagian besar tidak tertulis.
Pada tahun 1866 barulah dikenal kodifikasi dalam
arti sebenarnya,yaitu pembukaan segala peraturan huku pidana. Pada tanggal 10
februari 1866 berlakulah dua kitab undang-undang hukum pidana di indonesia
yakni:
1. Het wetboek Van
StrafrechtVoor Europeanen (S. 1866 nomor 55) yang berlaku bagi orang eropa
mulai 1 januari 1867.
2. Het wetboek Van strafrecht
Voor Inlands en Darmede Gelijkgestlede s. 1872 nomor 85 yang mulai berlaku pada
tanggal 1 januari 1873.
Setelah berlakunya KUHP tahun 1866 dan tahun
1872,maka aturan hukum yang lama yaitu tahun 1642 dan tahun 1848 tidak berlaku
lagi, demikian pula hukum adat pidana yang berlaku di daerah-daerah yang
dijajah itu dihapuskan dan semua orang-orang indonesia tunduk pada satu KUHP
saja.
Berdasarkan Regeringsreglement pasal 75 ayat 1
dan 2,sebenarnya KUHP yang ditetapkan dengan koninklijk besluit tanggal 10
februari 1866 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1867 khusus terhadap
golongan eropa,adalah copy atau turunan KUHP yang berlaku pada waktu itu di
negeri belanda,yakni ode penal perancis karena negeri belanda pernah dijajah
oleh perancis. Perbedaanya ialah code penal perancis terdapat empat
buku,sedangkan KUHP untuk golongan eropa di indonesia hanya terdiri dua buku
saja. (E. Utrecht 1960 :45)
Selanjutnya KUHP yang ditetapkan dengan ordonansi
tanggal 6 mei 1872 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1873 khusus
terhadap goonan bumi putera adalah suatu turunan pula dari KUHP yang berlaku
untuk golongan eropa dengan perubahan-perubahan yang telah disesuaikan dengan
agama dan lingkungan hidup golongan bumi putera. Adapun perbedaanya terletak
pada sanksinya saja.
Dengan koninklijk besluit tanggal 12 april 1896
dibentuklah rancangan KUHP yang khusus berlaku bagi golongan eropa di hindia
belanda. Walupun rancangan KUHP tersebut telah disesuaikan,tetapi belum dapat
ditetapkan berlakunya karena rancangan KUHP ini,maka keadaan dualisme hukum
pidana di hindia belanda masih tetap dipertahankan sebagaimana sebelumnya.
Selama kedua rancangan KUHP yang telah
disesuaikan dengan KUHP nasional belum berlaku,maka yang berlaku tetap S. 1866
nomor 55 untuk golongan eropa dan S. 1872 nomor 85 untuk golongan indonesia
dan timur asing yang berlangsung samai dengan 1918.
Setelah selesainya kedua rancangan KUHP tersebut,
ternyata tetap tidak di berlakukan karena menteri daerah jajahan yaitu Mr.
Idenburgh berpendapat lain,bahwa untuk hindia belanda harus berlaku satu KUHP,dengan
kata lain ia menganjurkan adannya unifikas (jonkers. 1946:2). Dengan demikian
maka pada tahun 1913 dibentuklah suatu panitia yang bertugas untuk menyusun
KUHP yang berlaku untuk seluruh penduduk hindia belanda. Setelah selesai
,dengan koninklijk Besluit Van strafrecht Voor nederlandsch indie,dinyatakan
mulai berlaku pada 1 Januari 1918 (S. 1915 nomor 732).
Setelah indonesia diduduki jepang pada tahun
1942, pemerintah jepang mengeluarkan peraturan yang menetapkan
bahwa S. 1915 nomor 732 tetap berlaku. Demikian pula dengan proklamasi
kemerdekaan indonesia,sesuai dengan paal II aturan peralihan hukum UUD
1945,maka dengan sendirinya S. 1915 nomor 732 tersebut dinyatakan pula tetap
berlaku yang kemudian dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 diubah namanya
menjadi Wetboek Van Strafrecht aau yang biasa disebut KUHP.
Mengingat karena KUHP itu bersifat statis
jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat yang
demikian pesatnya dan berasal dari negeri belanda yang mempunyai latar belakang
kehidupan masyarakat berbeda dengan indonesia,maka sudah jelas bahwa KUHP
tersebut tidaklah sepenuhnya memnuhi aspirasi dan kebutuhan hukum bangsa
indonesia.
Sebelum ada teks resmi KUHP dalam bahasa
indonesia,maka ketidakseragaman dalam istilah akan membawa kesulitan dalam
penerapannya di masyarakat. Disamping dirasakan adanya kekurangan-kekurangan
dalam meteri yang sangat diperlukan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat
itu sendiri. Oleh karenanya ntuk memenuhi kebutuhan tersebut diadakanlah
peraturan-peraturan, baik berupa undang-undang maupun peraturan dalam bentuk
lainnya yang mengatur tentang antara hukum pidana,baik peraturan tersebut
sebagai penyempurnaan ketentuan-ketentuan yang telah ada dalam KUHP
maupun untuk melengkapi ketentuan yang telah ada yan sangat diperlukan untuk
menunjang serta untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang perkembangannya
begitu pesat,maka dibentuklah beberapa peraturan perundang-undangan .
Hal tersebut menunjukkan bahwa KUHP yang berasal
dari zaman hindia belanda seharusnya tidak bertahan lebih lama lagi,dan
seharusnya sudah diganti menjadi KUHP baru yang sesuai dengan keadaan dan
perkembangan sekarang untuk masa yang akan datang, serta memenuhi
persyaratan hukum pidana modern.
Berdasarkan undang-undang nomor 1 tahun 1946
ditentukan bahwa hukum pidan yag berlaku pada tanggal 8 maret 1942 dengan
pelbagai perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan keadaan negara
proklamasi kemerdekaan indonesia da Wetboek Van Strafrecht Voor
Nederlandsch Indie,diubah menjadi Wetboek Van Strafrecht yang biasa
disebut KUHP. Akan tetapi sejak proklamasi kemerdekaan RI sampai dengan
berlakunya UU Nomor 1 tahun 1946 tidak semua daerah-daerah dikuasai secara de
facto oleh pemerintah RI, sehingga UU Nomor 1 tahu 1946 hanya berlaku
dalam praktek di daerah-daerah yang dikuasai oleh pemerintah RI
saja,dan tidak berlaku di daerah-daerah yang diduduki oleh pihak belanda yang
tetap mempertahankan Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlands Indie dengan
mengadakan pula pelbagai perubahan dan tambahan secara berangsur-angsur.
Dengan demikian, maka daerah-daerah yang dikuasai
oleh pemerintah Republik indonesia berlaku kitab undang-undang hukum
pidana (KUHP),sedangkan di daerah-daerah yang secara de facto dikuasai hindia
belanda dipaksakan berlakunya Wetboek Van strafrecht Voor Nederlands
indonesie (WVSI).
Setelah pemulihan kedaulatan ,maka kedaan
tersebut tetap berlaku,hanya pelbagai ketentuan WVSI harus dianggap sebagi
tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan pemuliahan kedaulatan dan
konstitusi.
Antara tanggal 27 desember 1945 dan 27 Agustus
1950,terjadi perluasan wilayah berlakunnya kitab undang-undang hukum pidana
indonesia,dan menyempitnya daerah kekuasaan wetboek van strefrecht voor
indonesie,karena digabungnya daerah-daerah tertentu kedalam wilayah kekuasaan
RI.
Menurut PP nomor 1 tahun 1950 jo. Undang-undang
nomor 8 tahun 1950,seluruh tata hukum yang berlaku dalam negara
bagian itu,sebelum penggabungan tadi, berlaku pula dalam aerah-daerah
pulihan.dengan kata lain KUHP Indonesia berlaku di seluruh indonesia,kecuali di
indonesia timur, sumatera timur, kalimantan barat dan jakarta raya dimana WVSI
tetap berlaku. (han bing siong., 1959:no.5 dan 6;1960;1).
Dengan demikian di indonesia berlaku dua KUHP.
Dualisme hukum pidana tersebut baru berakhir pada tanggal 29 September 1958
dengan diundangkanya UU Nomor 73 tahun 1958 tentang pernyataan berlakunya UU No
1 tahun 1946 sebagai peraturan hukum pidana untuk seluruh wilayah republik
indonesia dan UU tersebut sekaigus mengubah KUHP.
Dengan berlakunya UU tersebut,maka delik-delik
yang diwujudkan seseorang di wilayah dimana berlakunya WVSI,dan di wilayah
berlakunya KUHPI tidak merupakan perbuatan pidana lagi. Demikian pula dalam
WVSI ancaman pidananya lebih berat dari pada KUHP sudah tidak tidak berlaku
lagi, karena yang harus dipergunakan ialah pasal-pasal yang terdapat dalam
KUHPI.
Jadi prinsip yang terdapat dalam pasal 1 ayat (2)
KUHPI berlaku sebagai konsekwensi berlakunya undang-undang No. 73 tahun 1958
dalam hubungan WVSI dan KUHP.
Adapun KUHPI yang dinyatakan berlaku itu adalah
terdiri atas tiga buku sedangkan rancangan KUHP Nasional yang disusun
berdasarkan surat keputusan menteri kehakiman tanggal 2 juni 1976 Nomor YS /23
yang sekarang sementara disempurnakan untuk ditetapkan sebagai Undang-undang
yag akan menggantikan KUHP yang sedang berlaku,hanya terdiri dari dua buku
saja.
Perlu diketahui,bahwa sampai sekarang pemerintah
indonesia belum mengadakan terjemahan resmi KUHPI tersebut,dengan kata lain
semua terjemahannya tidak ada satupun yang resmi.
Comments
Post a Comment