Norma norma hukum pidana
A.
Perihal Norma Hukum
Norma atau kaidah merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk
tataaturan yang berisi kebolehan, anjuran dan perintah. Norma adalah
suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan
sesamanya ataupun dengan lingkungannya. Dalam perkembangannya norma diartikan
sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seorang untuk bertindak atau bertingkah
laku dalam masyarakat, jadi inti suatu norma adalah segala aturan yang harus
dipatuhi.
Dalam
bukunya “Perihal Kaidah Hukum”, Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka
mengemukakan bahwa, kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman unruk
berperilaku atau bersikap tindak dalam hidup. Apabila ditinjau dari hakikatnya,
maka kaedah merupakn perumusan suatu pandangan (oordel) mengenai perikelakuan
atu sikap tindak.
Apabila
ditinjaau dari segi etimologinya, kata norma itu sendiri berasal dari bahasa
latin, sedangkan kaedah berasal dari bahasa arab. Norma berasal dari kata nomos
yang berti nilai kemudian dipersempit maknanya menjadi norma hukum. Sedangkan
kaidah dalam bahsa arab qo’idah berarti ukuran atau nilai pengukur. Jika
pengertian norma atau kaedah sebagai pelembagaan itu dirinci, kaedah atau norma
yang dimaksud dapat berisi:
· kebolehan atau yang dalam
bahasa arab disebut ibahah, mubah.
· Anjuran positif untuk
melakukan sesuatu atau dalam bahasa arab disebut sunnah.
· Anjuran negatif untuk tidak
mengerjakan sesuatu atau dalam bahsa arab disebut makruh.
· Perintah positif untuk
melakukan sesuatu atau kewajiban (obligattere)
· Perintah negatif untuk tidak
melakukan sesuatu.
Dalam teori yang dikenal dalam dunia barat, norma-norma tersebut biasanya hanya
digambarkan atas tiga macam saja yaitu, obligattere, prohibere, permittere.
Akan tetapi di Indonesia dengan meminjam teori hukum fiqih,
menurut Profesor
Hazairin 1
norma terdiri atas lima macam, yaitu:
a. Halal atau mubah (permittere)
b. Sunah
c. Makruh
d. Wajib (obligattere)
e. Haram (prohibere)
Dalam sistem ajaran islam, kelima kaedah tersebut sama-sama disebut sebagai
norma agama. Akan tetapi jika diklasifikasikan, ketiga sistem norma agama (dalam
arti sempit) sistem norma hukum dan sistem norma etika (kesusilaan) dapat saja
dibedakan satu sama lain. Norma etika dapat dikatakan hanya menyangkut kaidah
mubah (permittere), sunnah dan makruh saja, sedangkan norma hukum
berkaitan dengan kaedah mubah (permittere, mogen) kewajiban atau suruhan
(obligattere, gebot) dan larangan (prohibere, verbod).
Kaidah kesusilaan yang dipahami sebagai etika dalam arti sempit hanya dapat
dimengerti sebagai kaedah yang timbul dalam kegidupan peribadi (internal
life) Karena itu, kaedah semacam itu disebut juga dengan kesusilaan peribadi.
Norma hukum
dapat dibentuk secara tertulis maupun tidak tertulis oleh lembaga-lembaga yang
berwenang membentuknya, sedangkan norma-norma moral, adat, agama, dan lainnya,
terjadi secaratidak tertulis tetapi tumbuh dan berkembang dari
kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat.
Kaidah atau norma hukum mempunyai sumber legitimasi dan sumber kekuatan
mengikat pada adanya norma hukum yang lebih tinggi, yang dijabarkan dalam
kaidah hukum yang lebih rendah, yang dilakukan oleh badan yang memiliki
kewenangan dan kekuasaan yang berhak memaksakan akibat atau sanksi terhadap
suatu pelanggaran norma hukum, diluar kehendak orang itu. Dengan demikian
terdapat alat-alat kekuasaan untuk memaksakan ketaatan terhadap norma hukum.
Dari sudut asal-usul, sesuai dengan pendirian aliran positivisme, maka kaidah
hukum tersebut merupakan kehendak pemegang kekuasaan, yang dituangkan dalam bentuk
perundang-undangan. Tindakan kemauan atau kehendak yang dirumuskan menjadi
norma, agar menjadi sah keberadaannya mensyaratkan adanya satu badan yang
mempunyai kekuasaan atau kewenangan untuk itu, sebagaimana sering dikatakan
bahwa “tiada imperatif tanpa seorang (suatu) imperator, tiada komando tanpa
seorang komandan. Akan tetapi kaidah atau norma hukum adat dan kebiasaan,
sebagaimana menjadi kenyataan pengalaman kita sendiri merupakan norma yang
sangat berbeda dilihat dari segi asal-usul kelahirannya. Ia lahir dan
berkembang dalam pergaulan hidup kemasyarakatan sendiri, yang berwujud dalam
keputusan-keputusan primus inter-pares dalam penyelesaian sengketa yang
dihadapkan kepadanya. Hukum itu tidak dibuat secara artifisial melainkan di
temukan dalam relung jiwa rakyatnya.
B. Statika dan Dinamika Sistem Norma
Hans Kelsen
mengemukakan adanya dua sitem norma, yaitu sistem noram yang statik
(nomostatics) dan sistem norma yang dinamik (nomodynamics).
Sistem norma
yang statik adalah sistem yang melihat ‘isi’ norma. Menurut sistem norma yang
statik, suatu norma hukum dapat ditarik menjadi norma-norma khusus. Sistem
norma yang dinamik adalah sitem norma yang dilihat dari berlakunya suatu norma.
C. Perbedaan Norma Hukum dan Norma Lainnya
Diantara perbedaanya adalah sebagai berikut:
· Suatu norma hukum itu
bersifat heteronom, dalam arti bahwa norma hukum itu datangnya dari luar diri
seseorang. Sedangkan norma hukum lainnya bersifat otonom, dalam arti norma itu
datangnya dari dalam diri seseorang.
· Norma hukum dapat didekati
dengan sanksi pidana maupun sanksi secara fisik, sedangkan norma lainnya tidak
dapat didekati oleh sanksi pidana maupun pemaksa secara fisik.
· Dalam norma hukum sanksi
pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksankan oleh parat negara misalnya polisi,
jaksa, hakim, sedangkan terhadap pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu
datangnya dari diri sendiri, misalnya ada perasaan bersalah, perasaan berdosa.
D. Norma Hukum Umum-Individual dan Norma hukum
Abstrak-Konkreet
1. Norma Hukum Umum dan Individual
Norma hukum
umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak (addressatnya)
umum dan tidak tertentu. Umum disini dapat berarti suatu bahwa peraturan itu ditujukan
untuk semua orang. Norma hukum ini sering dirumuskan dengan, barang siapa,
setiap orang, setiap warga negara, dll.
Norma hukum
individual adalah suatu norma hukum yang ditujukan pada seseorang, beberapa
orang atau banyak orang yang telah tertentu, sehingga norma hukum yang
individual dapat dirumuskan sebagai berikut: Para pengemudi bis kota Mayasari
Bakti jurusan
Blok M – Rawamangun yang beroperasi pada jam 7.00 sampai jam 8.00 pagi pada
tanggal 1 Oktober 2006 ... dst
2. Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkret
Norma hukum abstrak adalah norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang
yang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret. Norma hukum abstrak ini
merumuskan suatu perbuatan itu secara abstrak. Norma hukum konkret adalah suatu
norma hukum yang melihat perbuatan seseorang itu lebih nyata (konkret).
Dari sifat-sifat norma hukum umum-individual dan norma hukum yang
abstrak-konkret, terdapat empat paduan kombinsai dari norma-norma tersebut,
yaitu:
· Norma hukum umum-abstrak
· Norma hukum umum-konkret
· Norma hukum
individula-abstrak
· Norma hukum individula
konkret
a. Norma hukum umum-abstrak
Adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya masih
bersifat abstrak. Dapat dirumuskan sebgai berikut:
· Setiap warga negara dilarang
mencuri
· Setiap orang dilarang
membunuh sesemanya
b. Norma hukum umum-konkret
Adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya sudah
tertentu. Dapat dirumuskan sebagai berikut:
· Setiap orang dilarang
membunuh si Badu dengan parang
c. Norma hukum individul-abstrak
Adalah norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang tertentu dan
perbuatannya bersifat abstra (belum konkret). Dirumuskan sebagai berikut:
· Si Badu yang bertempat
tinggal di Jl. Flamboyan No. 21 Jakarta dilarang mencuri
d. Norma hukum individul-konkret
Adalah norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang tertentu dan
perbuatannya bersifat konkret. Dirumuskan sebagai berikut:
· Si Badu, umur 20 tahun
dilarang merokok di kantor tempat ia bekerja.
E. Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan
1. Norma hukum tunggal
Norma hukum tunggal adalah suatu norma hukum berdiri sendiri dan tidak diikuti
oleh suatu norma hukum lainnya, jadi isinya hanya merupakan suatu suruhan
tentang bagaimana seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku. Contoh
perumusannya: hendaknya engkau berperikemanusian.
2. Norma hukum berpasangan
Adalah norma hukum yang terdiri atas dua norma hukum, yaitu norma hukum
sekunder norma hukum primer.
a. Norma hukum primer
Adalah norma hukum yang berisi aturan/patokan
bagaimana seseorang harus berperilaku dalam masyarakat. Biasanya dirumuskan:
hendaknya engkau tidak mencuri, hendaknya engkau tidak menganiaya orang lain.
b. Norma hukum sekunder
Adalah suatu norma hukum yang berisi tata cara
penanggulangannya apabila norma hukum primer itu tidak terpenuhi atau dipatuhi.
Norma hukum sekunder ini mengandung sanksi bagi seseorang yang tidak mematuhi
suatu ketentuan dalam norma hukum primer. Biasanya dirumuskan dalam kalimat,
hendaknya engkau yang mencuri dihukum, hendaknya engkau yang menganiaya orang
lain dihukum paling lama 10 tahun penjara.
F. Norma Hukum Dalam Peraturan Perundang undangan
Menurut D.W.P Ruiter, dalam kepustakaan di Eropa Kontinental, yang di maksud
peraturan perundang undangan mengandung tiga unsur:
1. Norma hukum(rechtsnorm)
Sifat norma hukum dalam peraturan perundang undangan dapat berupa:
· Peeintah ( gebod)
· Larangan (verbod)
· Pengizinan (toestemming)
· Pembebasan (vrijstelling)
2. Berlaku ke luar (naar buiten warken)
Ruiter berpendapat bahwa, di dalam peraturan perundanga undangan terdapat
tradisi yang hendak membatasi berlakunya norma hanya bagi mereka yang tidak
termasuk dalam organisasi pemerintahan. Norma yang mengatur hubungan antar
bagian-bagian organisasi pemerintahan dianggab bukan norma ysng sebenarnya, dan
hanya di anggab norma organisasi. Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan
perundang-undangan selalu disebut “berlaku ke luar”
3. Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in
ruimezin)
Dalam hal ini terdapat pembedaan antara norma yang umum dan yang
individual, hal ini dilihat dari alamat yang dituju, yaitu ditujukan kepada
siapa “setiap orang” atau kepada “orang tertentu”, serta antara norma yang
abstrak dan konkret jika dilihat dari hal yang diaturnya, apakah mengatur
peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang
tertentu.
Menurut Ruiter, sebuah norma, (termasuk norma hukum) mengandung unsur-unsur
berikut:
a. Cara keharusan berperilaku (modus van
behoren)
b. Seorang atau sekelompok orang (normadressat)
disebut subyek norma.
c. Perilaku yang dirumuskan (normgedrag)
disebut obyek norma
d. Syarat-syaratnya (normcondities) disebut
kondisi norma.
G. Daya Laku dan Daya Guna
Suatu norma
itu berlaku karen ia mempunya “daya laku” (validitas) atau ia mempunyai
keabsahan (validity/geltung). Daya laku ini ada apabila norma itu dibentuk oleh
norma yang lebih tinggi atau oleh lembaga yang berwenang membentuknya.
Dalam
pelaksanaan suatu norma karena adanya daya laku, dihadapkan pula pada daya guna
(efficacy) dari norma tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat apakah suatu norma
yang ada dan berdaya laku itu berdaya guna secara efektif atau tidak. Dalam hal
ini dapat pula terjadi bahwa, suatu ketentuan dalam sebuah perundang-undangan
tidak berdaya guna lagi walaupun peraturan tersebut masih berdaya laku (karena
belum dicabut). Hal ini dapat terjadi apabila dalam suatu peraturan
perundang-undangan merumuskan ketentuan yang bertujuan untuk menggantikan
rumusan dalam perturan prtundang-undangan yang lain, tetapi tidak dengan
melakukan pencebutan terhadap ketentuan yang diubah tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Hazairin, Hukum Islam dan Masyarakat cetakan 3 Jakarta: Bulan Bintang, 1963.
Purnadi Purbacaraka dan soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, ( Bandung:
Alumni 1982).
Farida Maria Indrawati, Ilmu Perundang-undangan jilid I: Kanisius, Yogyakarta.
Mertokusumo, Sudikno. 1989. Mengenal Hukum Suatu pengantar. Yogyakarta :
Liberty.
[1] Hazairin, Hukum Islam dan Masyarakat cetakan 3 (Jakarta: Bulan Bintang,
1963.)
[2] Purnadi Purbacaraka dan soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, ( Bandung:
Alumni 1982), hal 26.
[3] Hans Kelsen, op.cit hal. 6
[4] Bernard L. Tanya SH.MH, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang
Dan Generasi, Cv.
Kita, Surabaya, 2006, hal 86
Comments
Post a Comment